Menurut Kanet, idealnya , manusia seharusnya hidup dalam komunitas mahluk-mahluk rasional yang sempurna , satu ‘kerajaan tujuan-tujuan’. Dalam komunitas seperti itu, setiap orang akan memiliki kebiasaan bertindak yang sama besarnya dengan yang d miliki setiap orang lain. Kebebasan seorang dengan demikian akan bertemu dengan kebebasan orang lain hanya sejauh kebebasan itu sendiri berbenturan dengan kebebasan orang lain. Kebebasan hanya dibatasi oleh kebebasan. Kerajaan tujuan-tujuan dari Kant --di mana kebebasan seseorang tidaklah mengandung ketidakbebasan orang-orang lain– merupakan ungkapan paling sempurna atas liberalisme egalitarian yang bebas dari konflik dan fisik. Kant menganggap cita-cita ini bisa dibedakan secara universal , namun ia juga berpendapat bahwa orang-orang memiliki sisi kebinatangan yang terus-menerus menghalangi realisasinya. Secara khusus, di mana serf tidak punya kebebasan, dan dimana kaum borjuis tunduk terhadap kebangsawanan, feodal Kant berupaya mengatasi masalah ini didalam filsafatnya tentang hukum iya memilihnya menjadi hukum privat dan hukum publik, dan membagi lagi hukum privat itu menjadi hukum kepemilikan, hukum perorangan, dan hukum keluarga.
Titik-tolak renungan Kant tentang hak kepemilikan adalah karena manusia bersifat resional, mereka mengatasi alam, dan memiliki hak tak terbatas untuk memanfaatkan alam. Namun ia tidak setuju dengan pandangan Locke bahwa orang-orang bisa menjadikan sesuatu milik mereka hanya dengan memadukan tenaga mereka dengan sesuatu itu. Hak kepemilikan tidak dapat eksis jika hak itu tidak diketahui oleh orang-orang lain. Hak kepemilikan pribadi hanya bisa muncul sebagai akibat dari pemecahan masalah yang disepakati tentang hak kepemilikan umum, sehingga dalam lingkungan alami semua lahan akan dikelola secara bersama-sama. Kant juga menolak pandangan Locke bahwa individu dalam lingkungan alami memiliki hak alami untuk menghukum pelanggaran atas hak milik mereka. Tindakan seperti itu bukanlah hukuman melainkan bales-dendam. Jadi, tidak seperti yang di perkirakan Lock, masarakat sipil tidak bisa didasarkan pada penyerahan hak alami untuk menghukum pelanggaran; itupun tidak bisa dipandang sebagai upaya menjaga pemberlakuan hukum alami yang lebih efisien. Kant menyatakan bahwa hak kepemilikan tidak dapat eksis kecuali di dalam masarakat sipil, dan hukuman pun tidak dapat eksis pula. Karenaya keliru jika beranggapan bahwa masarakat sipil dibentuk berdasarkan penyerahan hak: di luar masarakat sipil, hak tidak dapat eksis samasekali. Kant percaya bahwa masarakat nmeningkatkan kebebasan individual dan bukannya mengurangi kebebasan itu. Ia menciptakan kemungkinan untuk mengatur hubungan-hubungan manusia dengan cara yang resional. Iya berbicara tentang kontrak sosial sebagai asal-muasal masarakat sipil, namun (seperti Rousseau) hanya sebagai peringatan bahwa legislasi harus sedemikian rupa sehingga iya bisa di sepakati secara sukarela oleh masarakat.
Dalam hal anak, masalahnya aga berbeda. Bagi kant, anak-anak bukanlah seorang pribadi sepenuhnya, sehingga hubungan mereka dengan orang tuanya tidak bisa di anggap sebagai kontrak atau hukum perorangan. Di lain pihak, anak-anak bukanlah sekedar benda yang dimiliki oleh orang tuanya: mereka pada akhirnya akan menjadi pribadi yang matang. Namun anak-anak berbeda dalam kepemimpinan orang tuanya, dan jika seorang anak melarikan diri dari rumah, orang tuanya punya hak untuk membawanya pulang kembali, tak berbeda dengan yang terjadi jika yang melarikan diri itu adalah seekor sapi.
Bagi kant, hubungan majikan-abdi berbeda dengan hubungan antara majikan dengan tenaga upah, dalam filasatnya tentang hukum bublik, Kant membela republik demokratis sebagai bentuk pemerintahan yang paling mendekati ideal; dan ia berpendapat bahwa perjenjangan politik yang turun-temurun adalah sesuatu yang menyimpang, seperti halnya jabatan profesor turun-temurun. Namun iya mengambil kesimpulan dengan berpendapat bahwa satu monarkhi konstitusional memberikan manfaat yang besar, dan jika terdapat golongan bangsawan ia harus diizinkan untuk tetap memiliki hak istimewa politik, meskipun raja tidak boleh mengangkat lord baru.
Namun bagai mana cita-cita berupa republik yang demokrasi itu bisa diwujudkan? Menurut Kant, orang-orang yang tidak beruntung karena hidup dalam negara absolut yang repsesif dan sewenang-wenang harus tabah dengan keadaan itu. Mereka punya hak untuk mengeluh dan mengajukan protes, namun tak seorang pun punya hak untuk melawan atau mengadakan revoluasi. Memang merupakan hak untuk melaksanakan hukum oleh rakyat itu sendiri, namui ini akan melahirkan perasaan lebih unggul dibandingkan hukum, yang justru bertentangan dengan ide tentang hukum itu sendiri. Bahkan tirani yang paling buruk pun tidak bisa membedakan pembunuhan atas seorang tiran, dan jika rakyat berniat mengadili raja mereka dan menghukumnya, maka tindakan itu tidak lain adalah pembunuhan yang menyamar dalam bentuk hukum.
Karena terdapat pemilihan yang tegas dan filsafat Kant antara sifat manusia yang berciri bintang dan yang resional, hukum moral ini melahirkan tuntutan terhadap umat manusia yang sangat ketat dan melahirkan rasa patuh, namun mustahil dipenuhi. Penekannannya pada sikap hormat terhadap hukum moral dan pada pelaksanaan kewajiban seseorang demi kewajiban itu sendiri merupakan memang merupakan konsekuensi logis didalam kerajaan tujuan-tujuan, namun ketika diterapkan pada kenyataan yang keras di prusia, ia akan mengambil bentuk berupa protes yang impoten, atau sekedar sikap pasrah, terhadap hukum kerajaan, yang agak berbeda dengan hukum kebebasan. Dalam filsafat sosialnya, Kanet senantiasa terbelah antara kesetiaannya terhadap otoritas akal. Yang atas nama otoritas itulah Revolusi Perancis didasarkan, serta kesetiaannya yang mutlak sebagai abdi masarakat terhadap kekuasaan majikkannya dalam kenyataan, yakni sang raja. Hal bahwa si abdi anggota rumah tangga majikannya dan dengan ini tunduk pada aturan majikannya dengan cara yang lebih total dibanding seorang buruh upah. Abdi yang melarikan diri, seperti dalam hal suami-istri atau anak, bisa dipaksa pulang kembali.
Titik-tolak renungan Kant tentang hak kepemilikan adalah karena manusia bersifat resional, mereka mengatasi alam, dan memiliki hak tak terbatas untuk memanfaatkan alam. Namun ia tidak setuju dengan pandangan Locke bahwa orang-orang bisa menjadikan sesuatu milik mereka hanya dengan memadukan tenaga mereka dengan sesuatu itu. Hak kepemilikan tidak dapat eksis jika hak itu tidak diketahui oleh orang-orang lain. Hak kepemilikan pribadi hanya bisa muncul sebagai akibat dari pemecahan masalah yang disepakati tentang hak kepemilikan umum, sehingga dalam lingkungan alami semua lahan akan dikelola secara bersama-sama. Kant juga menolak pandangan Locke bahwa individu dalam lingkungan alami memiliki hak alami untuk menghukum pelanggaran atas hak milik mereka. Tindakan seperti itu bukanlah hukuman melainkan bales-dendam. Jadi, tidak seperti yang di perkirakan Lock, masarakat sipil tidak bisa didasarkan pada penyerahan hak alami untuk menghukum pelanggaran; itupun tidak bisa dipandang sebagai upaya menjaga pemberlakuan hukum alami yang lebih efisien. Kant menyatakan bahwa hak kepemilikan tidak dapat eksis kecuali di dalam masarakat sipil, dan hukuman pun tidak dapat eksis pula. Karenaya keliru jika beranggapan bahwa masarakat sipil dibentuk berdasarkan penyerahan hak: di luar masarakat sipil, hak tidak dapat eksis samasekali. Kant percaya bahwa masarakat nmeningkatkan kebebasan individual dan bukannya mengurangi kebebasan itu. Ia menciptakan kemungkinan untuk mengatur hubungan-hubungan manusia dengan cara yang resional. Iya berbicara tentang kontrak sosial sebagai asal-muasal masarakat sipil, namun (seperti Rousseau) hanya sebagai peringatan bahwa legislasi harus sedemikian rupa sehingga iya bisa di sepakati secara sukarela oleh masarakat.
Dalam hal anak, masalahnya aga berbeda. Bagi kant, anak-anak bukanlah seorang pribadi sepenuhnya, sehingga hubungan mereka dengan orang tuanya tidak bisa di anggap sebagai kontrak atau hukum perorangan. Di lain pihak, anak-anak bukanlah sekedar benda yang dimiliki oleh orang tuanya: mereka pada akhirnya akan menjadi pribadi yang matang. Namun anak-anak berbeda dalam kepemimpinan orang tuanya, dan jika seorang anak melarikan diri dari rumah, orang tuanya punya hak untuk membawanya pulang kembali, tak berbeda dengan yang terjadi jika yang melarikan diri itu adalah seekor sapi.
Bagi kant, hubungan majikan-abdi berbeda dengan hubungan antara majikan dengan tenaga upah, dalam filasatnya tentang hukum bublik, Kant membela republik demokratis sebagai bentuk pemerintahan yang paling mendekati ideal; dan ia berpendapat bahwa perjenjangan politik yang turun-temurun adalah sesuatu yang menyimpang, seperti halnya jabatan profesor turun-temurun. Namun iya mengambil kesimpulan dengan berpendapat bahwa satu monarkhi konstitusional memberikan manfaat yang besar, dan jika terdapat golongan bangsawan ia harus diizinkan untuk tetap memiliki hak istimewa politik, meskipun raja tidak boleh mengangkat lord baru.
Namun bagai mana cita-cita berupa republik yang demokrasi itu bisa diwujudkan? Menurut Kant, orang-orang yang tidak beruntung karena hidup dalam negara absolut yang repsesif dan sewenang-wenang harus tabah dengan keadaan itu. Mereka punya hak untuk mengeluh dan mengajukan protes, namun tak seorang pun punya hak untuk melawan atau mengadakan revoluasi. Memang merupakan hak untuk melaksanakan hukum oleh rakyat itu sendiri, namui ini akan melahirkan perasaan lebih unggul dibandingkan hukum, yang justru bertentangan dengan ide tentang hukum itu sendiri. Bahkan tirani yang paling buruk pun tidak bisa membedakan pembunuhan atas seorang tiran, dan jika rakyat berniat mengadili raja mereka dan menghukumnya, maka tindakan itu tidak lain adalah pembunuhan yang menyamar dalam bentuk hukum.
Karena terdapat pemilihan yang tegas dan filsafat Kant antara sifat manusia yang berciri bintang dan yang resional, hukum moral ini melahirkan tuntutan terhadap umat manusia yang sangat ketat dan melahirkan rasa patuh, namun mustahil dipenuhi. Penekannannya pada sikap hormat terhadap hukum moral dan pada pelaksanaan kewajiban seseorang demi kewajiban itu sendiri merupakan memang merupakan konsekuensi logis didalam kerajaan tujuan-tujuan, namun ketika diterapkan pada kenyataan yang keras di prusia, ia akan mengambil bentuk berupa protes yang impoten, atau sekedar sikap pasrah, terhadap hukum kerajaan, yang agak berbeda dengan hukum kebebasan. Dalam filsafat sosialnya, Kanet senantiasa terbelah antara kesetiaannya terhadap otoritas akal. Yang atas nama otoritas itulah Revolusi Perancis didasarkan, serta kesetiaannya yang mutlak sebagai abdi masarakat terhadap kekuasaan majikkannya dalam kenyataan, yakni sang raja. Hal bahwa si abdi anggota rumah tangga majikannya dan dengan ini tunduk pada aturan majikannya dengan cara yang lebih total dibanding seorang buruh upah. Abdi yang melarikan diri, seperti dalam hal suami-istri atau anak, bisa dipaksa pulang kembali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar