Selasa, 27 Desember 2016

55. Pengertian Perkawinan


Agak sulit untuk mendefinisikan perkawinan, karena setiap istilah perkawinan tersebut memiliki banyak bentuk dan dipengaruhi oleh system nilai budaya masing-masing. Namun, secara umum konsep perkawinan tersebut mengacu kepada proses formal pemaduan hubungan dua individu yang berbeda jenis (walaupun kaum lesbi pun terjadi, namun itu bagian kasus) yang dilakukan secara serimonial-simbolis dan makin dikarakterisasi oleh adanya kesederajatan, kerukunan dan kebersamaan dalam memulai hidup baru dalam hidup berpasangan. Walaupun sebagaimana sering dikemukaan oleh aktivis kaum feminis, perkawinan selalu ditandai dengan pembagian kerja yang tegasdan distribusisumber daya yang tidak adil. Dalam pandangan ini, perkawinan mencerminkan ketidak sederajatan yang ada diluar arena domestic (Allan, 2000:611)
Kajian perkawinan sering mendapat perhatian dengan penekanan pada hak dan tangung jawab yang ditimbulkan, tidak hanya antara suami dan istri, tetapi juga anatara kerabat kedua belah pihak keluarga suami dan istri (fortes, 1962). Begitu pun anatara tranformasi ekonomi dan bentuk perkawinan pun menjadi focus dari banyak penelitian ilmu-ilmu sosial, lebih khusus lagi para ahli sosiologi dan psikologi, dimana perkawinan itu dipengaruhi oleh industrialisasi. Temuan ini sejalan dengan hasil penelitian goode (1963) dan stone (1979) bahwa kemunculan upah tenaga kerja secara efektif merusak penguasaan yang didesak oleh kelompok kekerabatan yang lebih besar, terutama orang tua terhadap perilaku perkawina enerasi-generasi yang lebih muda. Jika kesejahteraan dan gaya hidup individual bergantung pada sumber-sumber daya yang dihasilkan lewat pemilikan produktif yang dikuasai oleh kerabat lain maka system perkawinan cenderung mencerminkan perharian kolektif dari pada individual. Namun, seiring dengan meningkatnya upah tenaga kerja terhadap system ekonomi maka para individu bebas melilih pasangan. Dalam arti bahwa perkawinan kontemporer lebih didasarkan atas rasa cinta, keintiman hubungan, emosional, dan daya tarik seksual yang tidak dapat dijabarkan secara teoretis mendominasi alasan penting terjadinya perkawinan (clark, 1990).
Pada sebagian besar tradisi, perkawinan juga merupakan proses institusi sosial sebagai wahan reproduksi dan mengembangkan keturunan. Oleh karena itu, kecenderungan umum dari perkawinan, dengan adanya kelahiran anak-anak mendorong ikatan yang lebih erat dalam pembagian kerja, sekaligus sebagai konsekuensi neatif dalam partisipasi sosial dan ekonomi bagi wanita. Walaupun tidak mudah untuk memperoleh data yang memadai, bukti dari berbagai Negara mengindikasikan bahwa pria secara rutin memiliki tingkatan yang lebih tinggi dalam belanja individu disbanding dengan pasangan wanitanya, pria pun memiliki kuasa yang lebih besar dalam menangani keputusan besar dan memberikan prioritas yang lebih tinggi terhadap pekerjaan dan aktivitas waktu luang mereka. (Allan, 2000:612). Jadi perkawinan adalah suatu ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan perempuan yang diperbolehkan untuk bergaul. Atau akad yang sangat kuat untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar