Perilaku Sosial
Perkembangan Kota Bandung tidak dapat dilepaskan dari kedudukan strategis tersebut, termasuk dalam hal pembentukan identitas Kota Bandung sebagai Kota Jasa. Wacana mengenai hal ini sudah dimuali pada akhir tahun 1990-an yang mengemuka dalam diskusi-diskusi yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan.
Sebagian besar aktor berpengaruh berasa di posisi sebagai aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat, pelaku usaha, pimpinan partai politik/tokoh politik, anggota dewan, dan pejabat publik. Berdasarkan posisi tersebut, hasil survei PWD (2013) di Kota Bandung menunjukkan bahwa aktor-aktor dominan berasal dari partai politik/tokoh politik (35%), tokoh masyarakat (16%), anggota parlemen (13%), dan pejabat publik (13%). Sementara itu, aktor-aktor alternatif berasal dari para aktivis LSM (44%). Kaum profesional/akademis (18%) tokoh masyarakat (18%). Konfigurasi ini menegaskan posisi material posisi diametral antara aktor dominan yang sebagian besar berada di ranah institusi formal kenegaraan dan aktor-aktor alternatif yang berada di ranah institusi informal kemasyarakatan.
Hasil survei juga menumakan adanya tokoh pengusaha sebagai aktor yang berpengaruh dalam penciptaan isu publik. Hal ini menunjukkan kuatnya relasi antara penguasa dan pengusaha dalam dinamika politik kota Bandung. Secara rinci, para informan ahli yang diwawancari menyebutkan sejumlah aktor di dunia usaha yang dinilai berpengaruh di Kota Bandung, yakni Kamar Dagang, dan Industri (Kadin), Gabungan Pelaksanaan Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi). Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo),dan sejumlah nama kelompok usaha di tingkat lokal, seperti Istana Group dan Kagum Group yang keduanya bergerak di sektor properti.
Fakta Sosial
Secara konseptual, kemunculan populisme serinkali dikaitkan dengan pembelahan secara radikal antara elit dan massa. Tapi, dllam kasus Kota Bandung, kemunculan Ridwan Kamil justru tidak berasa ldari kelompok aktor alternatif. Figur Ridwan Kamil kemudian berhasil diterima publik sebagai figur alternatif karena bekerjanya aliansi strategis di kalangan para aktor alternatif yang memunculkan wacana tandingan terhadap dominasi jaringan patronase Dada Rosada. aliansi ini terbentuk sebagai bentuk perlawanan terhadap pembajakan intitusi-institusi demokrasi formal yang terkooptasi oleh mesin paronase. Kendati patronase memungkinkan publik memperoleh bagiann dari distribusi kesejahteraan, tapi publik tidak pernah memiliki akses yang sesungguhnya untuk mengontrol distribusi kesejahteraan tersebut. Publik hanya mengetahui sebagian institusi yang mengontrol dan mengelola isu-isu publik.
Figur politik yang kuat tidak hanya dimunculkan oleh Ridwan Kamil, tapi juga oleh calon-calon walikota lainnya, tapi dukungan relawan yang kuat dari berbagai kalangan lebih banyak diarahkan pada figur alternatif yang tidak secara langsung terkait dengan figur aktor dominan yang menjadi pengiasa sebelumnya. Kemunculan figru alternatif mampu mendorong partisipasi politik publik melawan kekuatan politik oligarkis.
Dada Rosada merupakan aktor politik yang menjadi simpul dari kekuatan-kekuatan politik dominan. Selama menjabat sebagai Walikota Bandung (2003-2008 dan 2008-2013), ia membangun basis legitimasinya melalui mekanisme jejaring birokrasi, politisi, dan akademisi yang terutama berperan memberikan justifikasi bagi kebijakan pembangunan yang diambilnya. Sebagai birokrat karir yang telah berkecimpung dalam penyelenggaraan pemerintahan sejak masa Orde Baru, Dada Rosada memiliki jaringan yang kuat dalam tubuh birokrasi dan Partai Golakr yang secara historis punya kaitan erat dengan birokrasi. Selain dengan birokrasi dan Partai Golkar, jaringan ini juga meluas ke berbagai organisasi kemasyarakatanyang terkait dengan Partai Golkar. Keberhasilan dalam membina jejaring ini terbukti ketika Dada Rosada berhasil terpilih kembali sebagai Walikota Bnadung pada periode kedua (2008-2013) dengan meraih 64,98% suara. Terpilihnya kembali Dada Rosada sebagai Walikota membuktikan kekuatan jaringan politik tang dimilikinya karena Dada Rosada terpilih melalui dua mekanisme politik yang berbeda, yakni pada periode pertama melalui pemilihan oleh DPRD Kota Bandung, dan periode kedua melalui pemilihan scara lansung oleh rakyat. Dengan kata lain menurut saya sendiri, kemenangan ynag diperoleh oelh Dada Rosada merupakan kemenangan yang diperoleh melalui jaringannya.
Definisi Sosial
Kuatnya jaringan patronase untuk memelihara loyalitas organisasi-organisasi kemasyarakatan juga cukup mampu meredam kritik terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil Pemerintahan Kota Bandung . bahkan yang terjadi kemudian adalah benturan di antara organisasi-organisasi masyarakat pendukung Dada Rosada. Konflik ini misalnya terjadi ketika BIGS, LSM yang dipimpin oleh Dedi Haryadi mempublikasikan penilaian kinerja Pemerintahan Kota Bandung yang dinilai buruk. Setelah publikasi ini dilakukan, kantor BIGS didatangi massa yang mengatasnamakan sebuah organisasi kemasyarakatan yang melakukan pengsurasakan dan pengancaman agar BIGS segera meralat hasil evaluasi tersebut. Kendati peristiwan ini sampai ramai mewarnai pemberitaan media massa lokal, taoi tidak pernah ada tindak lannjut terhadap konflik yang muncul.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar